Artikel

Mendidik Tanpa Menggurui: Islamic Parenting Point Of View

The Asian Parent Indonesia

Memiliki putra/ putri merupakan sebuah tanggung jawab dan sekaligus hadiah yang dititipkan oleh Allah kepada orang tua (QS. Asy-syu’ara: 50 dan QS. Al furqan: 74). Di dalam Islam, seorang anak secara fitrah dilahirkan dalam keadaan suci, kemudian lingkunganlah yang mempengaruhi tumbuh kembangnya, seorang anak kecil akan meniru ayahnya, ibunya, saudara laki laki atau perempuannya pada setiap ucapan, tingkah laku dan sikapnya. Oleh karenanya menjadi tanggung jawab orang tua untuk merawat, membimbing dan mendidik mereka dengan pendidikan terbaik sehingga terbentuk akhlaq mulia dalam diri anak.

Islamic Parenting
Islamic Parenting – Source: freepik

Peran Keluarga dalam Islamic Parenting

Dalam media The Asian Parent Indonesia yang bertajuk Parenting Islami: 3 Kewajiban Orang Tua dalam Mendidik Anak Sesuai Ajaran Islam menyebutkan bahwa anak adalah harapan di masa depan; merekalah kelak yang akan menjadi pengaman dan pelopor masa depan agama dan bangsa. Jadi wajib bagi kita mendidik mereka untuk menjadi generasi tangguh di masa depan. Lebih jauh, Allah memerintahkan kita sebagai orang tua untuk menjauhkan mereka dari api neraka kelak.

Keluarga yang dalam hal ini adalah tempat pendidikan pertama dan utama, memiliki peran yang tidak mungkin tergantikan oleh lembaga pendidikan formal maupun non formal. Keluarga menjadi ujung tombak dalam mengoptimalkan semua potensi anak. Orang tua menjadi cermin atas tumbuh kembang anak-anak mereka. Jika orang tuanya memiliki karakter yang mulia, maka hal tersebut menjadi kanal transmisi nilai, moral, akhlaq dan budi pekerti anak. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa salah satu faktor yang paling efektif dalam perkembangan dan pembentukan kepribadian remaja adalah pola asuh orang tuanya. Belsky dan Barrendz (2002); Prizieh et. al (2004)

Sebagaimana kita tahu bahwa akhlaq merupakan intisari dalam islam (Syaikh M Said Mursi : 2001), bahkan ditegaskan dengan sebuah sabda nabi yang berbunyi “sesungguhnya saya diutus untuk menyempurnakan akhlaq“. Hal ini bisa disimpulkan bahwa akhlak adalah tingkatan output tertinggi sebuah Pendidikan. Masuk akal jika seorang penulis Amerika, Lance Morrow, dalam Muhammad Nuh (2013) menyatakan:

“Transmisi nilai nilai kebaikan adalah kerja peradaban. Sejarah mengingatkan kita bahwa peradaban tak selamanya tumbuh . kadang bangkit, kadang runtuh. Ia runtuh saat moral merosot dan kala suatu masyarakat gagal mewariskan kebaikankebaikan utama dan kekuatan karakternya kepada generasi mudanya”.

Melihat kondisi riil masyarakat dewasa ini, tanpa menafikan sisi-sisi kemanfaatannya, perkembangan dan kemajuan teknologi yang begitu cepat membawa dampak perubahan kearah negative yang signifikan bagi generasi saat ini. Sebagai contoh misalnya kemajuan teknologi saat ini yaitu keberadaan gadget dan media internet.  Penggunaan gadget yang berlebihan pada anak usia dini tentunya akan memberikan efek negatif pada tumbuh kembang anak karena dapat menimbulkan ketagihan yang dapat menimbulkan ketergantungan atau kecanduan pada anak (Avanti Vera Risti Pramudyani : 2020).

Melihat kondisi tersebut, pendidikan parenting islam menjadi sangat penting di era kemajuan teknologi yang semakin pesat. Tujuannya tidak lain untuk membentuk karakter dan akhlak yang kuat sehingga kemajuan teknologi dapat bermanfaat dan sejalan dengan tumbuh kembang anak. sebagaimana yang disampaikan  oleh Ali bin Abi Thalib RA. “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya”.

Berangkat dari hal tersebut sangat penting mendidik anak dengan seimbang agar dampak negative atas kemajuan teknologi dapat diminimalisir sedangkan dampak positifnya dapat dimanfaatkan secara maksimal.

Tahapan Pendidikan pada Anak

Di dalam Parenting Islami terdapat tiga tahapan pendidikan pada anak:

  1. Usia 0-7 tahun. Perbanyaklah bermain dengan anak dengan dibarengi keteladanan.  Pada usia 0-2 tahun Jangan perkenalkan terlebih dahulu dengan gadet. Usia 3-6 tahun perkenalkan teknologi namun diawasi pada hal hal yang positive serta batasi waktunya. Misal perkenalkan dengan kisah kisah islami, konten yang mendidik namun tetap memperbanyak porsi bercengkeraman dengan orang tua.
  2. Pada usia 7-14 tahun. Mereka telah mampu melakukan penalaran logis dan etika Islam. Pada fase ini anak siap untuk menyerap apapun yang anda tunjukkan, ajarkan dan ceritakan. Maka ajarilah mereka tentang kewajiban agamanya, halal dan haram, dan semua hal yang mereka perlu ketahui baik terkait tentang ilmu pengetahuan dan teknologi dengan tetap dibarengi dengan adab islami.
  3. Pada tahap ketiga yaitu usia 15-21 jadilah teman bagi mereka, beri tahu mereka, dan lakukan apa yang Anda bisa; pahami mereka sebagai insan yang dewasa secara umur, damping dan arahkan mereka. Sebagai orang tua, tanggung jawab kita adalah menasihatinya.

Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda, “Ajarilah, permudahlah, janganlah engkau persulit, berilah kabar gembira, jangan engkau beri ancaman. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaklah diam” (HR Ahmad dan Bukhari).  Tampaknya tahapan mendidik ini masih tetap relevan dimasa kini. Nilai nilai akhlak tetap harus tersemat didalam sanubari anak anak kita agar mampu menjadi insan yang berilmu dan berakhlak di era kemajuan teknologi. Keseimbangan ini akan berdampak positif pada perilakunya dimana seorang anak akan tetap menjaga fitrohnya sebagai insan yang suci.

Referensi:

Pramudyani, Avanti Vera Risti (2020). The Effect of Parenting Styles for Children’s Behaviour on Using Gadget at Revolution Industry. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. Volume 5 Issue 1 (2021) Pages 51-59. DOI: 10.31004/obsesi.v5i1.520

Belsky. J and Barends. N (2002). Personality and parenting: Bornstein MH ed. Handbook in parenting, Vol 3, 1, pp415-438

Nuh, Muhammad (2013).  Menyemai Kreator Peradaban. Jakarta : Zaman

Said Mursi, Muhammad (2001). Seni mendidik anak. Jakarta : Pustaka Kautsar.

Prinzie P, Onghena P, Hellinck W, Grietens H, Ghesqviere P and Colpin H (2004). Parent and child personality charaeteristics as predicters of negative discipline and externalizing problem in children, European Journal Person, Vol 18 (3), pp 73-102

MELIHAT ISI SELENGKAPNYA, KLIK DISINI

Admin Rukim ID

"Seorang pendidik asal kampung yang ingin berbagi ilmu untuk semua". Jangan pernah menghitung berapa banyak yang akan kita terima, namun pikirkan dan laksanakan berapa banyak yang akan kita berikan untuk orang lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
error: Konten Dilindungi !!!

Adblock Detected

Untuk menikmati konten RUKIM ID, silahkan OFF aplikasi Adblock browser Anda